H.H.M. Seorang pemuda yang pergi keluar negeri untuk belajar. Setelah
memperoleh ijazah tinggi, ia pulang ke negaranya. Dia menikah dengan
seorang gadis dan cantik yang menjadi kehancurannya seandainya tidak
mendapat pertolongan Allah. Dia Bercerita:
Ayahku meninggal dunia ketika aku masih kecil. Maka ibuku lah yang merawatku. Ibu bekerja sebagai pembantu rumah tangga sehingga mampu membiayaiku. Aku adalah anak satu-satunya. Ibuku menyekolahkanku sampai selesai dari Universitas. Aku tetap berbakti kepadanya. Sehingga datang panggilan untuk belajar di luar negeri. Ibu melepas kepergianku, dengan air mata dan berkata: "Jagalah dirimu wahai anakku, jangan sampai kamu memutuskan kabar, sering-seringlah berkirim surat untuk menenangkan jiwaku".
Aku menyelesaikan studiku dengan jangka waktu yang panjang. Aku pulang dengan perubahan yang cukup besar. Peradaban barat telah banyak mencemari pribadiku, aku memandang agama sebagai sebuah keterbelakangan. Aku hanya beriman pada hal-hal yang berwujud konkrit saja. Wal 'Iyadzu billah.
Aku mendapat pekerjaan dengan posisi yang cukup terpandang. Aku mulai berpikir untuk mencari seorang isteri hingga akhirnya aku mendapatkannya. Padahal ibuku sudah memilihkan seorang gadis yang taat beragama, tapi aku tidak mau. Aku tetap memilih gadis idamanku, seorang penyanyi yang cantik, karena aku dari dulu menginginkan kehidupan "Aristokrasi" dalam bahasa mereka. Enam bulan setelah hari pernikahanku, isteriku berbuat makar terhadap ibuku. Pada suatu hari aku masuk rumah, tiba-tiba isteriku menangis, aku menanyakan sebab dia menangis, lalu ia berkata, 'ibumu memusuhiku di rumah ini', mendengar hal itu kesabaranku hilang. Aku kalap dan mengusir ibuku dari rumah, ibuku keluar sambil menangis dan berkata, 'Mudah-mudahan Allah membahagiakanmu wahai anakku'.
Beberapa saat kemudian aku keluar mencarinya tapi tak kutemukan, aku kembali kerumah, namun isteriku mampu membuatku lupa dengan ibuku. Beberapa waktu lamanya aku tak mendengar kabar ibuku. Dalam pada itu aku terkena penyakit yang cukup parah sehingga aku masuk rumah sakit. Ibuku mendengar kabarku, lalu dia datang untuk menjengukku. Waktu itu isteriku ada di sisiku. Melihat ibuku dia langsung mengusir ibuku sebelum sempat masuk sambil berkata, 'Anakmu tidak ada di sini, mau apa kamu, pergi kamu . . . '. Ibuku langsung pergi.
Aku keluar rumah sakit setelah cukup lama di situ. Kondisi jiwaku berubah. Akhu kehilangan pekerjaan dan rumah, hutangku menumpuk, semua itu akibat ulah isteriku yang banyak permintaan. Dan pula akhirnya isteriku meninggalkanku dengan menyatakan, 'Selama kamu kehilangan pekerjaan dan harta bendamu, serta kedudukan di tengah-tengah masyarakat, maka aku berterus terang kepadamu. Aku tak menginginkanmu lagi...ceraikan aku'. Kata-katanya laksana petir yang menyambar kepala. Seketika itu juga aku menceraikannya, aku seperti baru terbangun dri tidurku. Aku pergi tanpa arah tujuan yang jelas. Aku mencari ibuku hingga akhirnya aku menemukannya. Akan tetapi aku menemukannya tinggal bersama seorang rahib yang makan dari hasil sedekah. Aku menemuinya, wajahnya pucat pasi akibat banyak menangis, begitu melihatnya aku langsung bersimpuh di kedua kakinya, aku menangis dengan kerasnya disusul tangis ibuku.
Keadaan ini berlangsung sekitar satu jam, setelah itu aku membawa ibuku kerumahku. Aku berjanji pada diriku untuk berbakti kepadanya dan menjalankan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Kini aku hidup dalam hari-hari yang indah dengan ibuku tercinta, mudah-mudahan Allah menjaganya. Aku bermohon kepada Allah untuk menutupi kesalahan-kesalahanku.
Google.com |
Ayahku meninggal dunia ketika aku masih kecil. Maka ibuku lah yang merawatku. Ibu bekerja sebagai pembantu rumah tangga sehingga mampu membiayaiku. Aku adalah anak satu-satunya. Ibuku menyekolahkanku sampai selesai dari Universitas. Aku tetap berbakti kepadanya. Sehingga datang panggilan untuk belajar di luar negeri. Ibu melepas kepergianku, dengan air mata dan berkata: "Jagalah dirimu wahai anakku, jangan sampai kamu memutuskan kabar, sering-seringlah berkirim surat untuk menenangkan jiwaku".
Aku menyelesaikan studiku dengan jangka waktu yang panjang. Aku pulang dengan perubahan yang cukup besar. Peradaban barat telah banyak mencemari pribadiku, aku memandang agama sebagai sebuah keterbelakangan. Aku hanya beriman pada hal-hal yang berwujud konkrit saja. Wal 'Iyadzu billah.
Aku mendapat pekerjaan dengan posisi yang cukup terpandang. Aku mulai berpikir untuk mencari seorang isteri hingga akhirnya aku mendapatkannya. Padahal ibuku sudah memilihkan seorang gadis yang taat beragama, tapi aku tidak mau. Aku tetap memilih gadis idamanku, seorang penyanyi yang cantik, karena aku dari dulu menginginkan kehidupan "Aristokrasi" dalam bahasa mereka. Enam bulan setelah hari pernikahanku, isteriku berbuat makar terhadap ibuku. Pada suatu hari aku masuk rumah, tiba-tiba isteriku menangis, aku menanyakan sebab dia menangis, lalu ia berkata, 'ibumu memusuhiku di rumah ini', mendengar hal itu kesabaranku hilang. Aku kalap dan mengusir ibuku dari rumah, ibuku keluar sambil menangis dan berkata, 'Mudah-mudahan Allah membahagiakanmu wahai anakku'.
Beberapa saat kemudian aku keluar mencarinya tapi tak kutemukan, aku kembali kerumah, namun isteriku mampu membuatku lupa dengan ibuku. Beberapa waktu lamanya aku tak mendengar kabar ibuku. Dalam pada itu aku terkena penyakit yang cukup parah sehingga aku masuk rumah sakit. Ibuku mendengar kabarku, lalu dia datang untuk menjengukku. Waktu itu isteriku ada di sisiku. Melihat ibuku dia langsung mengusir ibuku sebelum sempat masuk sambil berkata, 'Anakmu tidak ada di sini, mau apa kamu, pergi kamu . . . '. Ibuku langsung pergi.
Aku keluar rumah sakit setelah cukup lama di situ. Kondisi jiwaku berubah. Akhu kehilangan pekerjaan dan rumah, hutangku menumpuk, semua itu akibat ulah isteriku yang banyak permintaan. Dan pula akhirnya isteriku meninggalkanku dengan menyatakan, 'Selama kamu kehilangan pekerjaan dan harta bendamu, serta kedudukan di tengah-tengah masyarakat, maka aku berterus terang kepadamu. Aku tak menginginkanmu lagi...ceraikan aku'. Kata-katanya laksana petir yang menyambar kepala. Seketika itu juga aku menceraikannya, aku seperti baru terbangun dri tidurku. Aku pergi tanpa arah tujuan yang jelas. Aku mencari ibuku hingga akhirnya aku menemukannya. Akan tetapi aku menemukannya tinggal bersama seorang rahib yang makan dari hasil sedekah. Aku menemuinya, wajahnya pucat pasi akibat banyak menangis, begitu melihatnya aku langsung bersimpuh di kedua kakinya, aku menangis dengan kerasnya disusul tangis ibuku.
Keadaan ini berlangsung sekitar satu jam, setelah itu aku membawa ibuku kerumahku. Aku berjanji pada diriku untuk berbakti kepadanya dan menjalankan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Kini aku hidup dalam hari-hari yang indah dengan ibuku tercinta, mudah-mudahan Allah menjaganya. Aku bermohon kepada Allah untuk menutupi kesalahan-kesalahanku.
Penulis di satuhati.web.id/
Related Post :
Comments :
0 comments to “Aku Khilaf Pada Ibu”
Posting Komentar